Jakarta – Hari ini, 21 Maret 1987, tepat tiga puluh delapan tahun yang lalu, bintang Belanda, Ruud Gullit memutuskan menerima pinangan raksasa Serie A, AC Milan yang menjadi langkah besar yang akan membawanya ke puncak karier sebagai salah satu pemain sepakbola terbesar di dunia. Kepindahan Gullit dari PSV Eindhoven juga memecahkan rekor transfer pemain termahal di dunia saat itu. Ini menunjukkan besarnya talenta seorang Ruud Gullit dihargai oleh Milan, yang kemudian dibuktikannya menjadi salah satu legenda klub Italia tersebut.
Era Keemasan di AC Milan
Kedatangan Gullit di AC Milan menandai awal era baru yang penuh kejayaan bagi klub tersebut. Di bawah kepemimpinan pelatih legendaris Arrigo Sacchi, Gullit bergabung dengan Marco van Basten dan Frank Rijkaard, dua pemain Belanda lainnya yang juga memiliki bakat luar biasa. Bersama-sama, mereka membentuk “Trio Belanda” yang tidak hanya menjadi tulang punggung AC Milan, tetapi juga mendominasi sepak bola Eropa di penghujung 1980-an.
Musim pertama Gullit bersama Rossoneri langsung membuahkan hasil manis. Ia menjadi salah satu pemain kunci yang membantu Milan meraih scudetto, gelar Serie A pertama mereka dalam hampir sembilan tahun. Kombinasi teknik tinggi, visi permainan, dan fisik yang kokoh menjadikan Gullit ancaman berbahaya bagi lawan-lawannya. Tidak hanya berperan sebagai playmaker, Gullit juga dikenal sebagai pencetak gol handal, membuatnya menjadi pemain serba bisa yang sulit dihentikan.
Keberhasilan Milan tidak hanya terbatas pada kompetisi domestik. Pada 1989, Gullit dan rekan-rekannya membawa Milan meraih gelar Liga Champions, mengalahkan Steaua București di final dengan skor telak 4-0. Gullit mencetak dua gol di pertandingan tersebut, mempertegas statusnya sebagai salah satu pemain terbaik di dunia. Dominasi Milan berlanjut di musim berikutnya, dengan Gullit kembali membantu mereka mempertahankan gelar Liga Champions pada 1990. Tahun yang sama, Milan juga meraih Piala Dunia Antarklub, mengukuhkan posisi mereka sebagai raksasa global.
Masa Sulit dan Kepindahan ke Sampdoria
Sayangnya, cedera yang berkepanjangan mulai menghambat performa Ruud Gullit. Setelah beberapa musim yang penuh dengan perjuangan melawan cedera, Milan akhirnya memutuskan untuk menjual Gullit ke Sampdoria pada 1993. Meski sudah tidak berada di masa puncaknya, Gullit tetap menunjukkan kelasnya sebagai pemain top. Dalam salah satu pertandingan yang paling dikenang, ia mencetak gol penentu kemenangan untuk Sampdoria dalam laga melawan AC Milan, membawa timnya menang 3-2 atas mantan klubnya. Gol tersebut seakan menjadi bukti bahwa meskipun telah meninggalkan Milan, Gullit masih memiliki magis yang sama.
Warisan yang Abadi
Gullit kemudian melanjutkan kariernya dengan bergabung kembali ke Milan selama satu musim sebelum akhirnya gantung sepatu pada 1995. Sepanjang kariernya, Gullit bukan hanya dikenal karena kehebatan teknis dan atletismenya, tetapi juga karena jiwa kepemimpinannya di lapangan. Sebagai kapten Tim Nasional Belanda, ia memimpin negaranya meraih gelar juara Piala Eropa 1988, yang hingga kini menjadi satu-satunya gelar internasional besar dalam sejarah sepak bola Belanda.
Setelah pensiun, Gullit tetap aktif di dunia sepak bola sebagai pelatih dan pundit. Ia juga menjadi salah satu suara yang vokal dalam mempromosikan inklusivitas dalam olahraga, mencerminkan nilai-nilai yang ia pegang sepanjang hidupnya.
Ruud Gullit tidak hanya meninggalkan jejak di lapangan hijau, tetapi juga dalam hati para penggemarnya. Ia adalah simbol dedikasi, semangat, dan keinginan untuk terus melampaui batas, menjadikan namanya abadi dalam sejarah sepak bola dunia.
(EA/timKB).
Sumber foto: medcom.id
Download aplikasi Kulit Bundar untuk membaca berita dan artikel lebih mudah di gadget anda
Berita lainya
Ángel Nieto Roldán: Kisah Legenda Balap Motor Spanyol
Pembalap Kehilangan Berat Badan Karena Berkeringat
Gervonta Davis: Dari Baltimore ke Puncak Dunia Tinju