Jakarta – Ketika nama Steve Herelius muncul di antara para petarung Bare Knuckle Fighting Championship (BKFC), banyak yang bertanya—apa yang dilakukan seorang mantan juara dunia tinju di arena pertarungan tanpa sarung tangan, brutal, dan tanpa ampun ini?
Jawabannya sederhana: petarung sejati tidak pernah benar-benar meninggalkan ring.
Di usia yang kini menginjak lebih dari empat dekade, Herelius membuktikan bahwa mental baja dan pengalaman bertahun-tahun tak bisa dipatahkan oleh waktu. Dari ring tinju konvensional hingga ring bare-knuckle, dari sorotan sabuk WBA hingga medan berdarah BKFC, ia tetap berdiri—kokoh, tenang, dan siap menghancurkan siapa pun di hadapannya.
Awal dari Perjalanan Sang Petarung
Lahir pada 15 Juli 1976 di Paris, Prancis, Herelius tidak datang dari latar belakang glamor. Ia besar di lingkungan keras di pinggiran kota, tempat disiplin dan sportivitas dalam olahraga menjadi alat penyelamat dari jalanan.
Dari usia muda, Steve sudah akrab dengan dunia pertarungan. Tinju menjadi cara untuk melampiaskan emosi, menemukan arah hidup, dan membentuk karakter. Ia berlatih di klub lokal di Paris yang penuh dengan keringat, semangat, dan mimpi.
Seiring waktu, keahliannya dalam mengatur jarak, akurasi pukulan, serta ketenangan dalam tekanan membuatnya menonjol. Ia dikenal sebagai petinju teknikal dengan mental pejuang. Tak butuh waktu lama hingga ia menapaki ring profesional.
Puncak Karier di Dunia Tinju, Meraih Sabuk Dunia
Karier profesional Herelius membawanya bertarung melawan nama-nama besar di kelas Cruiserweight. Namun momen paling gemilangnya datang pada 2010, ketika ia menghadapi Firat Arslan, mantan juara dunia asal Jerman. Di bawah tekanan dan prediksi yang tidak berpihak padanya, Herelius menampilkan performa luar biasa dan meraih kemenangan TKO pada ronde ke-11.
Kemenangan tersebut membuatnya menyandang gelar Juara Dunia Interim WBA Cruiserweight, sebuah pencapaian besar bagi petinju asal Prancis. Ia menjadi simbol kebangkitan tinju Prancis yang saat itu mulai kekurangan figur internasional yang menonjol.
Namun seperti banyak kisah klasik dalam olahraga tempur, perjalanan menuju puncak tak selalu diikuti oleh masa keemasan yang panjang. Herelius sempat mengalami kekalahan, cedera, dan periode tanpa aktivitas. Banyak yang mengira ia akan pensiun. Tapi ia tidak pernah mengucapkan kata itu.
Transisi Mengejutkan ke BKFC
Ketika publik menyangka Steve Herelius telah menutup lembaran kariernya, ia justru membuka babak baru yang lebih berani. Di saat banyak petinju memilih jalan pensiun tenang, Herelius memutuskan untuk bergabung dengan BKFC, organisasi bela diri paling mentah dan tak kenal ampun—di mana pertarungan dilakukan tanpa sarung tangan.
Baginya, bare-knuckle bukan sekadar olahraga. Itu adalah kembali ke esensi pertarungan: satu lawan satu, tanpa filter, tanpa pelindung, hanya kekuatan, teknik, dan nyali.
Herelius tidak bergabung sebagai nostalgia. Ia bergabung untuk bertarung dan menang. Ia membuktikan bahwa usia bukan penghalang, dan bahwa seorang pejuang sejati tak pernah kehilangan rasa lapar.
Strategi, Teknik, dan Keteguhan
Herelius tidak pernah dikenal sebagai petarung flamboyan. Ia adalah sang arsitek dalam ring. Ia membangun serangan dengan presisi, membaca gerakan lawan, dan mengeksekusi dengan efisien.
Dalam format bare-knuckle, ia mengadaptasi gaya bertinju lamanya dengan:
-
- Gerakan kepala lebih agresif, untuk menghindari pukulan langsung.
- Pukulan straight dan uppercut tajam, memanfaatkan celah dalam pertahanan lawan.
- Manajemen jarak cerdas, membuatnya mampu bertarung dari luar maupun dalam.
- Kesabaran taktis, membiarkan lawan menguras tenaga sebelum melakukan serangan pamungkas.
Yang paling menonjol darinya adalah kemampuan bertahan dalam tekanan. Dalam laga yang berdarah dan penuh luka terbuka, Herelius tetap berdiri, tetap menatap lawannya, dan tetap mencari kemenangan.
Inspirasi dan Warisan
Di dunia BKFC yang didominasi petarung muda, kehadiran Steve Herelius membawa sesuatu yang lebih dalam: pengalaman, kebijaksanaan, dan kredibilitas juara. Ia adalah jembatan antara dunia tinju tradisional dan evolusi bela diri ekstrem modern.
Ia menjadi panutan bagi banyak petarung muda Prancis yang kini bermimpi meniti karier tidak hanya di tinju, tetapi juga di BKFC. Ia juga menjadi simbol bahwa ketangguhan bukan milik usia muda saja, tapi milik mereka yang tak pernah menyerah.
Masa Depan “Centurion”
Steve Herelius, dikenal dengan julukan “Centurion,” mendapatkan nama tersebut sebagai simbol kekuatan dan ketangguhan, mirip dengan seorang perwira Romawi kuno yang memimpin pasukan. Julukan ini mencerminkan gaya bertarungnya yang penuh semangat dan keberanian di atas ring.
Dengan performa stabil dan catatan pertarungan yang kompetitif, Herelius masih memburu kesempatan perebutan sabuk di divisi Heavyweight BKFC. Dan jika sejarah mengajarkan kita sesuatu, itu adalah jangan pernah meremehkan juara lama yang masih lapar.
Petarung yang Tak Pernah Mati
Steve Herelius telah membuktikan satu hal sepanjang kariernya: usia bisa menua, tapi semangat juang bisa abadi. Dari jalanan Paris ke sabuk juara dunia, dari kejayaan ke keterpurukan, lalu bangkit kembali di arena baru—ia tidak hanya menantang lawan, tapi juga waktu, ekspektasi, dan sejarah.
Selama masih ada ring dan bel ronde pertama berbunyi, Herelius akan terus melangkah masuk. Karena bagi sang juara sejati, pertarungan adalah napas, dan menang adalah cara hidup.
(PR/timKB).
Sumber foto: usatoday.com
Download aplikasi Kulit Bundar untuk membaca berita dan artikel lebih mudah di gadget anda
Berita lainya
Menanti Persib Menjuarai BRI Liga 1
Daniil Medvedev Ke Perempatfinal Madrid Open 2025
Hasil Tes MotoGP Jerez 2025