Kulit Bundar

New Age of Sports Community

Duel Epik Antonio Inoki vs Muhammad Ali


Jakarta – Pada tanggal 26 Juni 1976, dunia menyaksikan sebuah peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah olahraga pertarungan. Di arena legendaris Nippon Budokan, Tokyo, Jepang, dua ikon dari dunia yang berbeda—pegulat profesional Jepang, Antonio Inoki, dan petinju Amerika Serikat yang tak terkalahkan, Muhammad Ali—berdiri di ambang sebuah pertarungan yang akan selamanya dikenal sebagai “Perang Seni Bela Diri”. Lebih dari sekadar sebuah pertandingan, itu adalah benturan budaya, gaya, dan filosofi yang memicu perdebatan sengit dan meninggalkan warisan abadi.

Gagasan duel ini berawal dari pernyataan Ali sendiri. Setelah mempertahankan gelarnya melawan Richard Dunn, Ali menyatakan keinginan untuk melawan pegulat Jepang. Tantangan ini diterima dengan antusias oleh Inoki, seorang pionir dalam dunia pro-wrestling Jepang yang dikenal dengan gaya pertarungan “strong style” yang lebih realistis dan berakar pada seni bela diri. Inoki melihat ini sebagai kesempatan emas untuk mengangkat citra pro-wrestling dari sekadar hiburan menjadi bentuk pertarungan yang sah.

Namun, persiapan menuju pertandingan tidaklah mulus. Perbedaan aturan menjadi duri dalam daging. Ali, sebagai petinju, tentu ingin bertarung dengan aturan tinju, sementara Inoki menginginkan pertarungan dengan aturan pro-wrestling yang memungkinkannya menggunakan tendangan dan kuncian. Setelah negosiasi yang alot dan penuh ketegangan, sebuah kompromi tercapai. Aturan “pertarungan campuran” ditetapkan, yang secara signifikan membatasi gerakan Inoki. Ia hanya diizinkan untuk menendang jika satu lututnya menyentuh kanvas dan dilarang untuk melakukan kuncian atau serangan gulat lainnya jika Ali berdiri. Aturan ini, yang dirancang untuk melindungi Ali dari potensi cedera serius yang mungkin didapat dari tendangan dan kuncian Inoki, secara efektif menempatkan Inoki pada posisi yang sangat tidak menguntungkan.

Meskipun demikian, antusiasme publik memuncak. Tiket terjual habis, dan pertandingan disiarkan ke seluruh dunia, menjangkau jutaan penonton yang ingin menyaksikan apakah “yang terbaik dari yang terbaik” dalam tinju dapat mengalahkan “yang terkuat” dari pro-wrestling. Atmosfer di Nippon Budokan tegang dengan antisipasi.

Ketika bel berbunyi, banyak yang mengharapkan pertarungan yang dinamis. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Inoki, terikat oleh aturan yang ketat, sebagian besar menghabiskan pertandingan dengan berbaring di punggungnya, menendang ke arah kaki Ali. Strategi ini, yang mungkin terlihat aneh bagi sebagian orang, adalah upaya Inoki untuk mematuhi aturan sambil tetap menyerang bagian tubuh Ali yang paling rentan—kakinya. Ali, di sisi lain, enggan untuk mendekat, khawatir akan tendangan Inoki yang berpotensi merusak kakinya dan mengancam karier tinjunya yang gemilang.

Pertandingan berlangsung selama 15 ronde, didominasi oleh kebuntuan. Sorakan penonton berubah menjadi gerutuan ketidakpuasan. Tidak ada KO atau submission. Pada akhirnya, pertandingan dinyatakan seri, keputusan yang tidak memuaskan siapa pun. Namun, meskipun hasil yang antiklimaks, dampak pertarungan ini sangat besar.

Secara finansial, ini adalah acara yang sangat sukses, membuka jalan bagi pertandingan lintas disiplin di masa depan. Lebih penting lagi, duel ini menyoroti perdebatan tentang superioritas gaya pertarungan yang berbeda. Meskipun sering diejek karena kurangnya aksi, beberapa berpendapat bahwa strategi Inoki yang tidak konvensional adalah bukti kejeniusannya dalam beradaptasi dengan aturan yang tidak adil. Bagi Ali, pertarungan itu menyebabkan dua gumpalan darah dan infeksi pada kakinya, yang beberapa orang yakini memengaruhi sisa kariernya.

Pada akhirnya, pertarungan Antonio Inoki vs Muhammad Ali mungkin bukan tontonan yang menghibur secara visual, tetapi ia tetap menjadi salah satu momen paling unik dan kontroversial dalam sejarah olahraga pertarungan. Ini adalah duel yang melampaui batas-batas disiplin ilmu, memicu diskusi tentang apa artinya menjadi seorang pejuang sejati, dan selamanya mengukir nama Inoki dan Ali dalam catatan sejarah sebagai dua individu berani yang bersedia melangkah ke wilayah yang belum dipetakan.

(EA/timKB).

Sumber foto: google

Download aplikasi Kulit Bundar untuk membaca berita dan artikel lebih mudah di gadget anda