Kulit Bundar

New Age of Sports Community

Gabriela Sabatini, Ratu Tenis Dunia Asal Argentina


Jakarta – Dalam dunia tenis, ada sejumlah pemain yang tidak hanya mencapai kesuksesan di lapangan, tetapi juga menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia. Salah satu pemain tenis yang melakukannya adalah Gabriela Beatriz Sabatini, ikon tenis Argentina yang lahir pada 16 Mei 1970 di Buenos Aires, Argentina. Dengan karirnya yang gemilang dan dedikasinya dalam kerja amal, Sabatini telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam dunia olahraga.

Bakat dan Dedikasi yang Menginspirasi

Bakat Sabatini dalam tenis muncul sejak usia dini. Pada usia enam tahun, dia mulai berlatih sendiri dengan memukul bola ke dinding. Ketertarikannya yang kuat dalam olahraga ini menginspirasi ayahnya, Emmanuel Sabatini, untuk mendaftarkannya dalam pelatihan profesional. Itu adalah langkah awal bagi Sabatini menuju perjalanan yang luar biasa dalam dunia tenis.

Pada tahun 1984, Sabatini mulai dikenal secara internasional ketika dia memenangkan tujuh dari delapan turnamen junior yang dia ikuti. Prestasinya termasuk memenangkan tunggal putri di Prancis Terbuka dan menduduki peringkat pemain junior nomor satu di dunia pada tahun itu. Pencapaiannya yang luar biasa di usia muda ini menjadi indikator potensi besar yang dimilikinya di lapangan tenis.

Kemunculan di Panggung Internasional

Sabatini terus memperoleh ketenaran saat dia beralih ke turnamen profesional. Pada usia 15 tahun tiga minggu, dia mencapai semifinal di Prancis Terbuka, di mana dia kalah dari legenda tenis Chris Evert. Keberhasilan ini membuatnya menjadi salah satu pemain termuda yang mencapai tahap semifinal dalam turnamen tersebut.

Pada tahun 1988, Sabatini mencapai final Grand Slam pertamanya di US Terbuka, di mana dia bertemu dengan pemain hebat lainnya, Steffi Graf. Meskipun kalah dalam pertandingan tersebut, kehadirannya di final menjadi bukti akan keunggulan dan ketangguhan yang dimilikinya di lapangan tenis. Sabatini juga membawa bendera Argentina dalam upacara pembukaan Olimpiade Musim Panas 1988 di Seoul dan memenangkan medali perak dalam kompetisi tunggal putri. Selain itu, dia juga berpasangan dengan Steffi Graf untuk memenangkan gelar ganda putri di Wimbledon pada tahun yang sama.

Kemunduran dan Kembali Bersinar

Meski mengalami beberapa tantangan selama kariernya, Sabatini selalu menunjukkan kekuatan mental dan kegigihan yang luar biasa. Setelah mengalami kemunduran pada tahun 1989 dan gagal memenangkan gelar Grand Slam, dia mengubah pelatihnya menjadi Carlos Kimayr, mantan pemain tenis Brasil peringkat teratas. Dengan bimbingan Kimayr, Sabatini bangkit kembali dengan ketahanan fisik dan mental yang lebih baik.

Foto: usopen.org

Pada tahun 1991, Sabatini memulai tahun dengan catatan yang kuat dan memenangkan lima turnamen di paruh pertama tahun tersebut. Konsistensinya hampir membuatnya mencapai peringkat nomor satu di dunia, tetapi dia selalu kalah tipis dari Graf dan kemudian Monica Seles. Meskipun tidak memenangkan gelar Grand Slam pada tahun 1992, Sabatini masih berhasil memenangkan lima turnamen, menunjukkan keunggulannya di lapangan.

Pensiun dengan Prestasi Besar

Pada Oktober 1996, Sabatini memainkan pertandingan tunggal profesional terakhirnya dan kalah dari Jennifer Capriati. Dia pensiun dari tur profesional pada tahun yang sama dengan warisan yang mengesankan. Selama kariernya yang cemerlang, Sabatini berhasil memenangkan 27 gelar tunggal dan 14 gelar ganda. Prestasinya dalam dunia tenis diakui dan dihormati oleh banyak orang.

Pengakuan dan Dedikasi di Luar Lapangan

Pada tahun 2006, Gabriela Sabatini dilantik ke dalam Hall of Fame Tenis Internasional, sebuah penghargaan yang hanya diberikan kepada para legenda tenis yang telah memberikan kontribusi besar bagi olahraga ini. Pada tahun 2018, majalah Tenis menempatkannya sebagai pemain wanita terhebat ke-20 dalam 50 tahun terakhir. Penghargaan tertinggi yang diberikan oleh ITF, yaitu Philippe Chatrier Award, juga diberikan kepada Sabatini pada tahun 2019 sebagai pengakuan atas prestasinya selama karir tenisnya dan pekerjaan amal yang dilakukannya pasca pensiun.

Selain keberhasilannya di lapangan, Sabatini telah menggunakan pengaruhnya untuk melakukan pekerjaan amal yang luar biasa. Dia terlibat dengan berbagai organisasi seperti UNICEF, UNESCO, dan Olimpiade Khusus, serta menjadi ‘Athlete Role Model’ di Youth Olympic Games 2018. Dedikasinya dalam membantu orang lain dan mendedikasikan waktunya untuk amal telah menginspirasi banyak orang di seluruh dunia.

(EA/timKB).

Sumber foto: thefamouspeople.com