Kulit Bundar

New Age of Sports Community

Arrival Fallacy: Mengatasi Ekspektasi Mencapai Tujuan u


Dalam perjalanan hidup kita, tak jarang kita memiliki ambisi dan tujuan yang ingin kita capai. Kita berjuang keras, bekerja keras, dan mengorbankan banyak waktu dan energi untuk meraihnya. Namun, seringkali kita terperangkap dalam sebuah pemikiran yang salah, yaitu arrival fallacy, di mana kita beranggapan bahwa saat kita mencapai tujuan tersebut, kita akan meraih kebahagiaan yang abadi. Namun, apakah benar demikian?

Arrival fallacy adalah konsep yang dicetuskan oleh Tal Ben-Shahar, seorang guru dan penulis di bidang psikologi positif. Dalam bukunya yang berjudul “Happier: Learn the Secrets to Daily Joy and Lasting Fulfillment”, Ben-Shahar menjelaskan bahwa arrival fallacy adalah ilusi populer bahwa mencapai tujuan tertentu akan membawa kebahagiaan yang langgeng. Konsep ini sering kali tertanam dalam diri seseorang sejak kecil, di mana masyarakat seringkali mengaitkan kunci kebahagiaan dengan pencapaian seperti mendapatkan pekerjaan yang layak, menghasilkan banyak uang, menikah, dan sebagainya. Namun, hal-hal tersebut sebenarnya hanya menjadi patokan eksternal yang tidak selalu dapat menjamin kebahagiaan yang sejati.

Sejarah dan konsep arrival fallacy bermula dari pengamatan bahwa banyak selebritas dan orang-orang sukses yang pada akhirnya mengalami penyakit mental, penyalahgunaan zat, atau bahkan kekecewaan setelah mencapai impian mereka. Dalam banyak kasus, mereka memulai perjalanan mereka dalam keadaan yang tidak bahagia, dan harapan mereka adalah mencapai tujuan tersebut untuk menyembuhkan kesedihan mereka. Namun, ketika mereka mencapai kesuksesan tersebut dan menemukan bahwa kebahagiaan yang mereka cari tidak sepenuhnya ada, mereka tidak hanya kecewa, tetapi juga mungkin merasa putus asa dan tertekan. Arrival fallacy seringkali memperburuk ketidakbahagiaan dan kondisi mental seseorang.

Tentunya, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebahagiaan, dan bukan hanya pencapaian tujuan semata. Penelitian mengenai kebahagiaan menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti memiliki hubungan bermakna dengan orang lain, fokus pada hal-hal positif, dan menerima diri sendiri berada di urutan teratas dalam mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Kesuksesan eksternal seperti uang, karir yang meningkat, dan status sosial mungkin tidak selalu mampu memberikan kebahagiaan jangka panjang.

Foto: facebook

Bagaimana cara mengatasi arrival fallacy dan mencapai kebahagiaan yang sejati? Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan:

Fokus pada proses
Ketika kita memiliki tujuan yang ingin dicapai, seringkali kita terlalu fokus pada tujuan itu dan mengaitkannya dengan kebahagiaan yang diharapkan. Namun, berfokus pada proses yang kita jalani dalam mencapai tujuan tersebut dapat menjadi kunci untuk merasakan kebahagiaan yang sejati. Nikmati setiap langkah dalam perjalanan, belajar dari tantangan, dan hargai proses pembelajaran yang kita alami.

Hadir di saat ini
Ketika kita terlalu terfokus pada mencapai kebahagiaan berdasarkan pencapaian suatu tujuan, kita hidup di masa depan dan melewatkan momen-momen berharga dalam hidup saat ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa untuk merasakan kebahagiaan yang sejati, kita perlu belajar bagaimana hidup di saat ini, menghargai momen-momen kecil, dan menyadari keberadaan kita di sini dan sekarang.

Mengidentifikasi hal-hal yang membuat bahagia
Penelitian dari Harvard yang melibatkan pengamatan selama 75 tahun tentang apa yang membuat orang bahagia menemukan beberapa faktor penting. Pertama, fokus pada hal-hal sederhana yang memberikan kebahagiaan, seperti hubungan yang hangat dengan orang lain, melakukan hobi yang disukai, atau menghabiskan waktu dengan keluarga. Kedua, menyadari bahwa hubungan yang hangat dengan orang lain memberikan lebih banyak kebahagiaan daripada jenis kesuksesan eksternal lainnya dalam hidup. Terakhir, melepaskan orang-orang yang membawa hal negatif ke dalam hidup kita juga penting untuk mencapai kebahagiaan yang sejati.

Buat jurnal syukur
Mencatat hal-hal baik dalam hidup kita merupakan cara lain untuk berfokus pada saat ini daripada terjebak dalam pencapaian tujuan masa depan. Menulis hal-hal yang kita syukuri setiap hari dapat membantu kita lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang membuat kita bahagia dan menjadikannya sebagai prioritas dalam hidup.

Pertimbangkan terapi
Jika kita merasa terjebak dalam arrival fallacy dan mengalami kesulitan menghilangkan perasaan depresi dan cemas, kita mungkin perlu mempertimbangkan terapi. Mengunjungi seorang terapis dapat membantu kita mengungkapkan perasaan, menemukan metode untuk mengelola emosi negatif, dan memahami pola pikir yang membuat kita kecewa bahkan setelah mencapai tujuan. Terapis juga dapat membantu kita belajar cara yang lebih positif untuk menghadapi penetapan tujuan di masa depan.

Dalam hidup ini, kita harus melepaskan ekspektasi bahwa mencapai tujuan tertentu secara otomatis akan membawa kebahagiaan yang abadi. Kebahagiaan yang sejati terletak pada cara kita menjalani hidup, menikmati setiap proses, dan menghargai momen-momen kecil. Dengan melepaskan arrival fallacy dan memfokuskan diri pada kebahagiaan yang bersumber dari dalam diri kita, kita dapat menemukan makna dan kebahagiaan yang lebih bermakna dalam hidup ini.

(EA/timKB).

Sumber foto: theshineapp.com