Kulit Bundar

New Age of Sports Community

Element6
Element6

Memahami Delirium: Definisi, Gejala Dan Pencegahan


Delirium adalah gangguan neurologis akut yang sering kali muncul secara mendadak dan dapat berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari. Gangguan ini menyebabkan penurunan tajam dalam kesadaran dan perhatian, yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berpikir, memahami, dan merespons lingkungan mereka dengan jelas. Delirium dapat mempengaruhi orang dari segala usia, tetapi lebih sering terjadi pada orang tua, terutama mereka yang memiliki kondisi medis yang sudah ada atau sedang dirawat di rumah sakit.

Gejala Delirium

Gejala utama delirium meliputi:

    • Kesadaran terhadap lingkungan sekitar berkurang, yang ditandai dengan kesulitan mengenal orang di sekitarnya, waktu, tanggal, atau lokasi.
    • Halusinasi: melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada.
    • Perilaku agresif: sering berteriak, mengerang, atau memanggil orang di sekitarnya.
    • Hysteria: keadaan emosi yang berlebihan.
    • Pendiam dan menutup diri: tidak banyak berinteraksi dengan orang lain.
    • Gerakan melambat: pergerakan tubuh menjadi lebih lamban dari biasanya.
    • Gangguan tidur: kesulitan tidur atau pola tidur yang berubah.
    • Kecemasan, ketakutan, atau paranoia: perasaan tidak aman atau takut tanpa alasan yang jelas.
    • Depresi: perasaan sedih yang mendalam dan berkepanjangan.
    • Lekas marah: mudah tersinggung atau marah tanpa alasan yang jelas.
    • Perasaan gembira (euforia): perasaan sangat bahagia atau bersemangat yang tidak sesuai dengan situasi.
    • Apati: kurangnya minat atau emosi terhadap apa pun.
    • Pergeseran suasana hati yang cepat dan tidak terduga: perubahan mood yang cepat dan tidak bisa diprediksi.
    • Kepribadian berubah: perubahan dalam cara berpikir atau perilaku yang tidak khas bagi individu tersebut.

Penyebab Delirium

Delirium dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mengganggu fungsi normal otak.

Berikut adalah beberapa penyebab utama delirium dan penjelasannya:

    • Stroke: Gangguan aliran darah ke otak yang menyebabkan kerusakan sel-sel otak.
    • Hipoglikemia: Kadar gula darah rendah yang mempengaruhi metabolisme otak.
    • Cedera kepala berat: Termasuk diffuse axonal injury yang dapat merusak jaringan otak.
    • Gangguan elektrolit: Ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh yang mempengaruhi fungsi otak.
    • Keracunan alkohol atau withdrawal alkohol: Efek toksik alkohol atau gejala yang muncul saat berhenti minum alkohol secara tiba-tiba.
    • Penyalahgunaan NAPZA dan withdrawal syndrome: Penggunaan obat-obatan terlarang atau gejala yang muncul saat berhenti menggunakan obat-obatan tersebut.
    • Penyakit infeksi yang parah: Seperti sepsis, meningitis, ensefalitis, pneumonia, infeksi saluran kemih, atau COVID-19, terutama pada lansia.
    • Serangan asma yang berat: Kondisi ini dapat mempengaruhi oksigenasi ke otak.
    • Keracunan: Misalnya karena mengonsumsi kecubung, keracunan sianida atau karbon monoksida.
    • Kanker atau tumor pada otak: Pertumbuhan abnormal yang dapat menekan atau merusak jaringan otak.
    • Efek samping obat bius: Akibat operasi atau prosedur medis lain yang mempengaruhi fungsi otak.
    • Penyakit yang parah: Seperti gagal ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, ensefalopati hepatik, atau ketoasidosis diabetik.
    • Dehidrasi berat atau malnutrisi berat: Kekurangan cairan atau nutrisi yang mempengaruhi fungsi otak.
    • Kelebihan dosis obat-obatan: Seperti obat tidur, antihistamin, kortikosteroid, obat antikejang, obat penyakit Parkinson, dan obat penstabil mood.
    • Gangguan otak akibat kekurangan vitamin B1 parah: Dikenal sebagai sindrom Wernicke-Korsakoff, yang mempengaruhi memori dan koordinasi

Faktor Risiko Delirium

Beberapa kelompok individu memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan delirium, termasuk orang tua, orang dengan penyakit kronis seperti demensia atau gagal jantung, pasien yang dirawat di rumah sakit atau di unit perawatan intensif, dan mereka yang menggunakan obat-obatan tertentu, terutama obat penenang, hipnotik, atau obat yang memiliki efek samping antikolinergik.

Diagnosis Delirium

Diagnosis delirium biasanya melibatkan evaluasi gejala klinis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh oleh profesional medis. Tes tambahan, seperti tes darah, urinalisis, atau pemindaian otak, mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyebab yang mendasari seperti infeksi atau gangguan metabolik.

Pengobatan Delirium

Pengobatan delirium bertujuan untuk mengatasi penyebab yang mendasarinya dan mengelola gejalanya. Ini bisa melibatkan penyesuaian atau penghentian obat-obatan yang berkontribusi pada delirium, pengobatan infeksi, pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi, dan terapi kognitif untuk membantu memulihkan fungsi mental.

Pencegahan Delirium

Pencegahan delirium melibatkan serangkaian tindakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya gangguan fungsi otak ini.

Berikut adalah beberapa langkah pencegahan dan penjelasannya:

    • Reorientasi dan aktivitas terapeutik: Membantu pasien tetap terorientasi dengan waktu, tempat, dan orang-orang di sekitarnya melalui interaksi sosial dan aktivitas yang merangsang pikiran.
    • Mobilisasi dini: Mendorong pasien untuk bergerak dan beraktivitas sesegera mungkin setelah operasi atau sakit untuk meningkatkan sirkulasi dan fungsi otak.
    • Memperbaiki siklus dan kualitas tidur: Menjaga pola tidur yang teratur dan menghindari gangguan tidur untuk mendukung kesehatan otak.
    • Asupan nutrisi dan cairan yang cukup: Memastikan pasien mendapatkan nutrisi dan hidrasi yang tepat untuk mencegah malnutrisi dan dehidrasi yang dapat memicu delirium.
    • Mengatasi gangguan penglihatan dan pendengaran: Memberikan kacamata atau alat bantu dengar jika diperlukan untuk mengurangi kebingungan yang disebabkan oleh gangguan indera.
    • Mencegah infeksi: Mengambil langkah-langkah untuk menghindari infeksi, seperti menjaga kebersihan tangan dan lingkungan.
    • Mengatasi rasa nyeri: Pengelolaan nyeri yang efektif untuk mengurangi stres dan ketidaknyamanan yang bisa menyebabkan delirium.
    • Protokol hipoksia: Memantau saturasi oksigen dan memastikan pasien mendapatkan oksigen yang cukup.
    • Protokol pengobatan psikoaktif: Meninjau kembali jumlah obat yang dikonsumsi dan jenisnya untuk menghindari efek samping yang dapat menyebabkan delirium.
    • Hindari penggunaan obat yang meningkatkan risiko delirium: Seperti ranitidin, digoksin, ciprofloxacin, kodein, amitriptilin (antidepresan), benzodiazepine.

Selain itu, beberapa langkah umum yang dapat dilakukan untuk mencegah delirium antara lain:

    • Perhatikan kondisi kesehatan: Terutama pada orang lanjut usia dan anak-anak yang lebih rentan terhadap delirium.
    • Hindari konsumsi minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang: Alkohol dan obat-obatan terlarang dapat menyebabkan kerusakan otak dan meningkatkan risiko delirium.
    • Rutin kontrol ke dokter: Jika memiliki riwayat penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi, atau gagal ginjal, untuk memastikan kondisi tersebut terkontrol dengan baik.

Komplikasi Delirium

Komplikasi dari delirium dapat serius dan meliputi peningkatan risiko jatuh, yang dapat menyebabkan cedera; dekompensasi penyakit yang sudah ada; perpanjangan masa rawat inap di rumah sakit; dan penurunan fungsi kognitif yang berkelanjutan, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kemandirian, terutama pada populasi lanjut usia.

(EA/timKB).

Sumber foto: halodoc.com