Coba googling, ada beberapa temuan saat kita mencari gerakan yang berjudul “Indonesia Tanpa…”. Dari yang kontroversial hingga yang biasa saja. Internet bahkan media sosial selalu memberikan warna tersendiri di hidup kita. Ada saja hal-hal yang bisa bikin kita campur aduk secara emosi. Apalagi jika yang posting adalah public figure, nilai heboh akan berbeda. Salah satu contohnya adalah tweet mantan menteri kelautan dan perikanan, ibu Susi Pudjiastuti. Tweet bu Susi di tanggal 13 Juli 2022, mengomentari tautan sebuah berita online yang dipublikasikan pada tanggal 15 Juli 2017.
Judul berita yang di tweet bu Susi adalah “Indonesia Peringkat 1 Negara Paling Malas Jalan Kaki”. Tidak ada yang salah saat kita posting sumber berita lama kembali, asal sesuai konteks. Jika mengikuti linimasa media sosial bu Susi, ia kerap mengajak publik untuk memperhatikan lingkungan terkait sumber energi dan untuk punya gaya hidup sehat. Jadi, tidak ada yang salah dari tweetnya. Namun, yang menarik adalah bagaimana pengaruh bu Susi terhadap berita yang dinaikkan oleh berbagai media online terhadap sumber berita yang sama, yang berdasarkan sebuah riset dari Stanford University. Jika melihat studi awal dari kampus tersebut, bahkan sudah dilakukan sejak 2014. Tidak ada salahnya saat mengulang sesuatu yang baik demi mengingatkan orang lain.
Sejak Maret 2020, di awal pandemi Covid-19 dideklarasikan terjadi di Indonesia, istilah mager sering kita dengar. Mager = Malas gerak. Karena kita dianjurkan, mulai dari lockdown hingga mengurangi aktivitas luar ruangan demi, mager jadi salah satu pilihan. Apakah mager akan membuat kita sakit? Belum tentu, jika mager dianggap sebagai bagian dari harus beristirahat karena telah menyelesaikan setumpuk pekerjaan. Tetapi mager jika dihubungkan dengan malas-malasan, akan bahaya dampaknya.
Lalu, apa yang harus dilakukan supaya tidak mager? Kita bisa saja melakukan seperti yang Lalu lakukan. Berlari, mulai dari berjalan santai hingga mampu berlari dengan jarak dan kecepatan tertentu. Lalu Muhammad Zohri, membuat catatan waktu terbaiknya pada Kejuaraan Dunia Atletik/WCH Oregon 2022 di Amerika Serikat. Bertanding di nomor 100 meter, pada babak kualifikasi, meraih catatan waktu 10.46 detik. Hasil tersebut menempatkan Zohri di posisi kedua, sehingga bisa lanjut ke babak utama. Meski gagal melaju ke semifinal, di babak utama Zohri meraih catatan waktu 10.42 detik. Yang artinya menjadi capaian terbaiknya di 2022. Lalu Muhammad Zohri berada di peringkat 994 dunia, dengan capaian tertingginya di peringkat 344 dunia.
Studi 2017 dari Stanford University menunjukkan bahwa bukan hanya persoalan manusia yang mager saja, tetapi ketersediaan sarana penunjang yang bebas dari kendaraan bermotor pun diperlukan. Ini berarti, orang Indonesia masih ada alasan untuk mager karena fasilitas belum baik, hehehe…
Kita bisa saja menyalahkan ketersediaan fasilitas yang belum mumpuni, tetapi orang Indonesia kan selalu punya cara alternatif untuk meminimalisir mager. Studi sebelumnya di tahun 2014, masih oleh Stanford University, bahkan menunjukkan sebuah temuan bahwa berjalan (bergerak, olahraga) bisa meningkatkan tingkat kreativitas.
Masih mau mager? Daripada menumpuk sumber penyakit karena tubuh jarang bergerak, minimal dengan berjalan, mulai lah dengan melakukan langkah sedikit demi sedikit. Lalu intesitasnya bisa ditingkatkan. Lalu terbiasa. Lalu sehat. Selamat mencoba…
(BS/timKB)
Sumber foto: Hai
Berita lainya
Gervonta Davis: Dari Baltimore ke Puncak Dunia Tinju
“The Battle of Ages” – Holyfield Bertahan Melawan Foreman
Spinks Vs Holmes 2: Pertandingan Ulang Kontroversial