Kodependensi, istilah yang seringkali digunakan dalam dunia kesehatan mental, sering disalahpahami. Apa sebenarnya kodependensi itu? Bagaimana seseorang bisa mengidentifikasi dan mengatasinya? Mari kita eksplor lebih dalam.
Pengertian Kodependensi
Kodependensi adalah pola perilaku di mana seseorang menjadi terlalu bergantung pada orang lain untuk mencari pengakuan dan rasa aman. Orang-orang yang kodependen seringkali memprioritaskan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan diri sendiri, sampai-sampai mereka kehilangan identitas atau mengabaikan kebutuhan dan keinginan pribadi.
Penelitian menunjukkan bahwa meskipun kodependensi memang tumpang tindih dengan gangguan kepribadian lainnya, hal ini tampaknya merupakan konstruksi psikologis yang berbeda. Cara terbaik untuk mempelajari kodependensi adalah dengan meninjau beberapa tanda kodependensi.
Tanda-tanda Kodependensi
Beberapa tanda bahwa seseorang mungkin mengalami kodependensi meliputi:
• Kesulitan dalam membuat keputusan tanpa bantuan atau pemberian orang lain.
• Mengorbankan kebutuhan atau keinginan sendiri untuk menyenangkan orang lain.
• Rasa tidak mampu pada saat sendiri.
• Intensitas dalam mencari persetujuan.
• Rasa takut akan penolakan atau ditinggalkan.
• Memiliki hubungan yang tidak seimbang, di mana satu pihak selalu memberi dan pihak lain selalu mengambil.
Perbedaan Kodependensi dan Dependensi yang Sehat
Dalam hubungan yang sehat, kedua individu memiliki rasa otonomi dan kemandirian, serta mampu menjaga identitasnya sendiri namun tetap terhubung dengan pasangannya.
Saat berada dalam hubungan kodependen, seseorang mungkin mengorbankan kebutuhan dan keinginannya sendiri demi menyenangkan pasangannya, atau mereka mungkin menjadi terlalu terikat dan kehilangan harga diri.
Tidak semua ketergantungan adalah kodependensi. Adalah wajar untuk bergantung pada pasangan, teman, atau anggota keluarga dalam hal-hal tertentu. Namun, ketergantungan menjadi tidak sehat atau kodependen ketika:
• Ketergantungan tersebut menghalangi individu untuk tumbuh secara individu.
• Salah satu pihak merasa “terjebak” dalam hubungan dan takut untuk keluar dari situ karena takut kesepian atau ditinggalkan.
• Kehidupan individu sepenuhnya berpusat pada orang lain.
Selain itu, dalam hubungan kodependen, sering kali terjadi ketidakseimbangan kekuasaan, salah satu pihak terlalu mengontrol atau dominan.
Apa yang Menyebabkan Kodependensi?
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kodependensi meliputi:
• Lingkungan Keluarga: Tumbuh dalam keluarga yang disfungsional atau di mana salah satu anggota keluarga memiliki kecanduan atau masalah kesehatan mental bisa mempengaruhi pembentukan kodependensi.
• Sejarah Trauma: Mengalami trauma atau penolakan di masa lalu bisa membuat seseorang lebih rentan terhadap kodependensi karena takut mengalami trauma atau penolakan kembali.
• Pola asuh yang terlalu protektif: Pengabaian tidak selalu menyebabkan ketergantungan; Pola asuh helikopter yang terlalu protektif dapat menghambat perkembangan keterampilan penting dan mekanisme penanggulangan anak. Orang tua yang terlalu protektif dapat menyebabkan disregulasi emosional dan kurangnya otonomi, sehingga berkontribusi terhadap ciri-ciri kepribadian kodependen.
• Pelecehan emosional dan fisik: Banyak orang yang berjuang melawan kodependensi saat dewasa melaporkan mengalami pelecehan emosional atau fisik selama masa kanak-kanak. Pelecehan pada masa kanak-kanak sangat merusak perkembangan kita dan sering kali mengarah pada perilaku tidak sehat di masa dewasa. Korban pelecehan mungkin menderita trauma ditinggalkan atau memiliki keinginan kuat untuk dibutuhkan oleh orang lain.
• Pola asuh yang permisif: Orang tua yang permisif sering kali menghujani anaknya dengan cinta dan kasih saying. Tumbuh dalam lingkungan seperti ini dapat menghalangi anak untuk belajar disiplin diri. Banyak orang yang tumbuh dengan orang tua yang permisif kesulitan menghormati dan mengakui batasan orang lain, yang sering kali menjadi faktor dalam hubungan kodependen.
• Masalah Kesehatan Mental Lainnya: Kondisi seperti depresi atau kecemasan dapat memperkuat perilaku kodependen.
Bagaimana Masa Lalu Anda Berdampak pada Kodependensi di Masa Dewasa
Untuk mempelajari apa yang menyebabkan kodependensi, penting untuk melihat kembali tahun-tahun awal kehidupan Anda. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang tidak sehat dapat mengembangkan permasalahan yang mereka bawa hingga dewasa.
Keinginan Yang Harus Terpenuhi : Kebutuhan masa kanak-kanak yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan keinginan harus terpenuhi, kecemasan, dan ketakutan akan ditinggalkan di masa dewasa, memengaruhi hubungan dan menyebabkan perilaku kodependen negatif, seperti kecemasan dan kesal saat pasangan menghabiskan waktu bersama.
Rendah Diri: Salah pengasuhan pada masa kanak-kanak secara signifikan mempengaruhi persepsi diri yang negatif, mengarah pada pelecehan dan pengabaian emosional, yang dapat mengarah pada hubungan kodependen dan rendahnya harga diri.
People Pleasing: Orang yang suka menyenangkan (people pleasing) sering kali kesulitan menetapkan batasan yang sehat, mengorbankan kebutuhannya sendiri demi kepentingan orang lain, sering kali mengakibatkan perilaku pemberi dalam hubungan kodependen, karena mereka percaya bahwa cinta itu pantas.
Masalah Komunikasi: Anak-anak sering kali menyembunyikan emosinya untuk menghindari kekesalan pengasuhnya, sehingga menyebabkan kesulitan komunikasi di kemudian hari. Ketidakjujuran, agresivitas pasif, dan kurangnya komunikasi berkontribusi terhadap kodependensi.
Batasan Yang Buruk: Tumbuh di lingkungan yang tidak sehat dapat menghambat pengembangan batasan yang sehat, sehingga sulit untuk menetapkannya di kemudian hari dan menyebabkan banyak individu kodependen kesulitan mempertahankan batasan tersebut.
Masalah Kepercayaan: Ketika anak-anak dibohongi atau dikecewakan oleh pengasuhnya, mereka belajar bahwa mereka tidak bisa mempercayai atau mengandalkan orang lain. Kurangnya kepercayaan ini dapat membuat sulit berhubungan dengan orang lain. Orang kodependen sering kali memiliki masalah kepercayaan dalam hubungan.
Rasa Bersalah atau Malu: Trauma masa kanak-kanak, seperti pelecehan dan penelantaran, dapat menyebabkan individu mengalami rasa bersalah dan malu, yang menyebabkan perasaan tidak mampu dan meningkatkan ketergantungan dalam hubungan.
Reaktivitas: Tumbuh di lingkungan yang bergejolak dapat menyebabkan ledakan emosi dan reaksi berlebihan, sehingga menyulitkan pasangan kodependen untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan mereka.
Masalah Kendali/Kontrol: Masalah pengendalian berasal dari rasa tidak aman, ketakutan, dan kecemasan, yang diakibatkan oleh pola asuh yang tidak stabil, yang dapat menyebabkan perilaku pengendalian atau membiarkan pasangan mengendalikan kehidupan seseorang.
Dukungan untuk Kodependensi
Mencari dukungan adalah langkah penting dalam mengatasi kodependensi. Hal ini dapat berupa:
• Terapi Individu: Seorang terapis dapat membantu individu mengenali dan mengatasi pola pikir dan perilaku kodependen.
• Kelompok Dukungan: Kelompok seperti Codependents Anonymous bisa memberikan dukungan dan strategi untuk mengatasi kodependensi.
Cara Mengatasi Kodependensi
Beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi kodependensi meliputi:
• Pendidikan: Memahami apa itu kodependensi dan mengenali tanda-tandanya.
• Pembatasan: Menetapkan batasan dalam hubungan dengan orang lain untuk memastikan kebutuhan pribadi dipenuhi.
• Self-Care: Membiasakan diri untuk merawat diri sendiri, baik secara fisik, mental, maupun emosional.
• Keterampilan Komunikasi: Belajar cara mengkomunikasikan perasaan dan kebutuhan dengan cara yang sehat.
Kodepensi adalah isu kompleks yang mempengaruhi banyak individu. Dengan pemahaman, dukungan, dan intervensi yang tepat, seseorang dapat belajar untuk memiliki hubungan yang sehat dan memenuhi kebutuhan pribadi mereka tanpa mengorbankan kesejahteraan diri sendiri.
(EA/timKB).
Sumber foto: addictionblog.org
Berita lainya
Bagaimana Kebosanan Bisa Menjadi Sumber Kreativitas Anda?
Fleksibilitas Mental: Kunci Menghadapi Dunia Yang Dinamis
Mengenal Dan Mengatasi Fanxiety