Di era yang serba kompetitif ini, keinginan untuk sempurna sering dianggap sebagai kunci kesuksesan. Namun, ketika keinginan ini tumbuh menjadi obsesi, itu menandakan awal dari apa yang disebut sebagai perfeksionisme. Dalam artikel ini, kita akan menyelami dunia perfeksionisme, menguraikan aspek-aspek pentingnya, dan membahas strategi untuk mengelola dan mengatasi dampak negatifnya.
Definisi Perfeksionisme
Perfeksionisme adalah kecenderungan untuk menetapkan standar yang sangat tinggi dan berupaya keras untuk mencapainya, sering kali sampai pada titik merugikan diri sendiri. Ini melibatkan evaluasi kritis yang berkelanjutan terhadap perilaku dan hasil kerja seseorang, serta kecemasan mendalam tentang kesalahan dan penilaian orang lain.
Jenis Perfeksionisme
Para ahli psikologi sering membedakan antara dua jenis perfeksionisme, yaitu:
a. Perfeksionisme Adaptif: Ini melibatkan pengejaran standar yang tinggi tetapi realistis. Individu dengan perfeksionisme adaptif cenderung merasa puas dengan melakukan yang terbaik dan dapat menerima bahwa tidak semua hasil sempurna.
b. Perfeksionisme Maladaptif: Di sisi lain, ini dicirikan oleh kebutuhan kompulsif untuk kesempurnaan, ketakutan yang mendalam terhadap kegagalan, dan kritik diri yang parah. Itu dapat mengarah pada stres kronis, kelelahan, dan kecemasan.
c. Non-perfeksionis: mereka cenderung merupakan individu yang memiliki sedikit ekspektasi terhadap diri mereka sendiri, orang lain, atau situasi.
Terdapat pula jenis perfeksionisme seperti dibawah ini :
a. Perfeksionisme yang berorientasi pada diri sendiri: Perfeksionism yang berorientasi pada diri sendiri memiliki standar pribadi tinggi, berharap untuk sempurna, dan kritis terhadap diri sendiri. Penelitian menunjukkan jenis perfeksionisme dikaitkan pengasuhan, keintiman, perkembangan sosial, dan altruisme.
b. Perfeksionisme yang ditentukan secara sosial: Perfeksionis yang ditentukan secara sosial sangat kritis terhadap diri sendiri. Mereka merasakan tekanan yang sangat besar untuk menjadi yang terbaik dan khawatir orang lain akan menolaknya. Standar eksternal yang dirasakan (yang dapat berasal dari keluarga, budaya tempat kerja, masyarakat, dll.) dapat menyebabkan kecemasan dan rendahnya kepercayaan diri.
c. Perfeksionisme yang berorientasi pada orang lain: Perfeksionisme yang berorientasi pada orang lain melibatkan menjaga standar dan harapan yang tinggi pada orang lain. Perfeksionis yang berorientasi pada orang lain bisa menjadi terlalu kritis, kasar, dan menuntut orang lain. Hal ini dapat menimbulkan kemarahan dan permusuhan, dan juga berpotensi mengganggu kemampuan mereka untuk menjalin hubungan dekat dan saling percaya dengan orang lain.
Ciri-ciri Perfeksionisme
Orang-orang yang perfeksionis dapat dikenali dari berbagai ciri dan gejala, termasuk:
• Memiliki standar dan harapan yang tinggi
• Merasa tertekan untuk memenuhi harapan yang tinggi
• Membutuhkan organisasi dan struktur yang jelas
• Ketakutan yang berlebihan akan kegagalan
• Menjadi ambisius dan bersemangat
• Tingkat keraguan diri dan rasa tidak aman yang lebih tinggi
• Kesulitan mengabaikan kesalahan kecil
• Melihat kesalahan apa pun sebagai kegagalan atau ketidakmampuan
• Ketakutan yang intens akan ditolak atau dihakimi karena kesalahan
• Menghabiskan waktu, tenaga, atau tenaga yang berlebihan untuk memperbaiki atau mengurangi kesalahan
• Merenungkan atau mengkritik diri sendiri secara berlebihan
• Selalu terlalu siap atau punya rencana
• Membutuhkan aturan, harapan, dan instruksi yang tepat
• Hipersensitivitas terhadap kritik dan umpan balik negatif
• Pola berpikir hitam-putih yang kaku
• Harga diri atau harga diri yang bergantung pada kesuksesan
Efek Perfeksionisme
Sementara perfeksionisme dapat mendorong individu untuk memberikan performa tinggi, itu juga dapat memiliki efek samping yang merugikan, termasuk:
• Kelelahan atau burnout karena bekerja terlalu keras atau aktivitas berlebihan. Perfeksionisme sering kali membuat orang terlibat dalam perilaku terkait kinerja yang berlebihan dan aktivitas berlebihan, seperti bekerja terlalu keras, berdandan berlebihan, atau belajar berjam-jam hingga larut malam
• Gangguan kecemasan atau mood, termasuk depresi
• Masalah fisik, seperti sakit kepala atau masalah pencernaan, karena stres kronis
• Menurunnya produktivitas atau kreativitas
• Kesulitan dalam hubungan interpersonal
• Berpikir berlebihan. Bagi seorang perfeksionis berpikir mengenai sesuatu akan sangat memakan waktu, dan mengganggu mungkin melibatkan ketakutan tidak mencapai tujuan tertentu atau perasaan malu atas kesalahan masa lalu.
• Perhatian yang berlebihan terhadap detail: Perfeksionis sering kali “tersesat” dan gagal melihat gambaran yang lebih besar karena mereka mengkhawatirkan detail kecil. Hal ini bahkan dapat membuat tugas sehari-hari terasa menakutkan, karena pekerjaan mereka tidak akan selesai jika tidak sempurna.
• Ketidakfleksibelan. Untuk mencapai tujuan mereka, orang yang perfeksionis sering kali menerapkan rutinitas atau “aturan” yang kaku. Misalnya, mereka mungkin takut untuk melewatkan satu kali latihan atau beristirahat sesekali. Ketidakfleksibelan ini juga dapat menyebabkan kecenderungan mengendalikan orang lain.
Apa Penyebab Perfeksionisme?
Perfeksionisme sering kali berakar pada pengalaman masa kecil. Faktor-faktor seperti pengasuhan yang sangat kritis, tekanan untuk mencapai dalam sistem pendidikan atau aktivitas, atau bahkan trauma tertentu, dapat semuanya berkontribusi. Selain itu, ada bukti bahwa beberapa orang mungkin secara genetis dipredisposisi untuk perfeksionisme, menunjukkan peran biologis.
Mengatasi Perfeksionisme
Mengatasi perfeksionisme berarti belajar untuk menetapkan tujuan yang realistis dan memperlakukan diri sendiri dengan belas kasihan ketika mereka tidak tercapai. Berikut adalah beberapa strategi:
• Pengembangan Kesadaran Diri: Melalui terapi, introspeksi, atau praktik mindfulness, individu dapat belajar mengenali pola pikir perfeksionis mereka dan bagaimana hal itu mempengaruhi perilaku mereka.
• Pengaturan Tujuan yang Realistis: Ini melibatkan pembelajaran untuk menilai kemampuan dan batasan secara realistis dan menetapkan tujuan berdasarkan penilaian tersebut.
• Latihan Kegagalan: Secara paradoks, menghadapi kegagalan dalam lingkungan yang terkendali dapat membantu membangun ketahanan dan mengurangi ketakutan akan kegagalan.
• Terapi: Pendekatan seperti terapi perilaku kognitif (CBT) atau terapi penerimaan dan komitmen (ACT) dapat sangat membantu.
Dalam kesimpulan, sementara perfeksionisme dapat terlihat seperti kunci kesuksesan, tanpa kontrol, itu dapat menjadi penghalang serius untuk kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang. Dengan mengenali dan mengatasi perfeksionisme, seseorang dapat menemukan keseimbangan yang lebih sehat antara pencapaian dan penerimaan diri.
(EA/timKB).
Sumber foto: discoverymood.com
Berita lainya
Sindrom Alice in Wonderland: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan
Memasak Dengan Kesadaran Penuh: Seni Dan Manfaatnya
Berpura-pura Positif: Garis Tipis Antara Harapan Dan Bahaya