Jakarta – Di tengah riuh rendah dunia Mixed Martial Arts (MMA) yang semakin padat talenta, satu nama dari Prancis berhasil mencuri perhatian bukan hanya karena kemampuan bertarungnya, tetapi juga karena karismanya yang begitu mencolok: Morgan Charrière, yang dijuluki “The Last Pirate”. Dengan gaya bertarung yang flamboyan namun teknikal, dan aura petarung jalanan dengan jiwa seniman, Morgan adalah sosok langka di dunia MMA modern.
Perjalanan Charrière dari gang-gang sempit Poissy menuju oktagon UFC bukanlah kisah biasa. Ini adalah kisah tentang mimpi besar, dedikasi tak tergoyahkan, dan keberanian menempuh lautan tak dikenal. Seperti bajak laut yang mencari kejayaan di samudra luas, Morgan juga berlayar menuju panggung terbesar MMA, membawa bendera Prancis dan harapan seluruh fans setianya.
Masa Kecil dan Ketertarikan pada Bela Diri
Morgan Charrière lahir pada 26 Oktober 1995 di Poissy, sebuah kota kecil yang terletak di pinggiran barat Paris. Bagi sebagian besar anak muda di sana, pilihan hidup terbatas. Namun Morgan memiliki api dalam dirinya—semacam kegelisahan positif yang mendorongnya mencari makna lebih dari kehidupan biasa.
Ia tumbuh sebagai remaja yang aktif, namun bukan tanpa gejolak. Seperti banyak petarung sejati, seni bela diri datang sebagai jalan pelarian dari kekacauan hidup sehari-hari. Ia mulai mengenal MMA sejak usia belasan tahun, sebuah usia ketika banyak orang seusianya masih belum tahu arah hidup.
Awalnya, Morgan adalah anak yang penyendiri dan sering merasa berbeda. Tapi di atas matras dan dalam ring, ia menemukan tempat di mana aturan ditentukan oleh keterampilan, bukan oleh status sosial. Ia pun mulai serius menekuni berbagai disiplin—dari kickboxing, tinju, Brazilian Jiu-Jitsu, hingga wrestling—menjadikan dirinya petarung komplet sejak usia muda.
Perjalanan di Cage Warriors
Setelah mengumpulkan pengalaman di berbagai ajang kecil, Morgan bergabung dengan Cage Warriors, promotor MMA ternama Eropa yang juga melahirkan nama besar seperti Conor McGregor, Paddy Pimblett, dan Jack Shore. Di sinilah nama “The Last Pirate” mulai melegenda.
Bukan hanya gaya bertarungnya yang agresif dan penuh variasi, tetapi juga karakter luar ring-nya yang menghibur, nyentrik, dan sangat terhubung dengan fans. Morgan kerap masuk ke oktagon dengan tema-tema teatrikal: mengenakan baju bajak laut, menari, atau bahkan menyapa penonton dengan penuh semangat.
Namun di balik penampilan itu ada kerja keras luar biasa. Ia bertarung melawan lawan-lawan tangguh seperti Paul Hughes, Perry Goodwin, dan James Hendin, memenangi sebagian besar pertarungan melalui teknik submission atau KO, hingga akhirnya menjadi juara dunia Featherweight Cage Warriors—puncak dari perjuangan panjangnya di Eropa.
Kemenangan ini bukan hanya soal sabuk. Ini adalah pernyataan bahwa Morgan Charrière siap untuk tahap berikutnya: UFC.
Debut dan Kesempatan Emas
Setelah bertahun-tahun membangun reputasi, Morgan resmi bergabung dengan UFC pada 2023. Debutnya disambut antusias oleh publik Prancis, terutama karena saat itu MMA baru saja dilegalkan di Prancis (2020), dan bintang seperti Ciryl Gane dan Benoît Saint Denis mulai mencuat.
Morgan membawa gaya yang sama—percaya diri, flamboyan, namun penuh teknik dan disiplin. Dalam debutnya, ia menunjukkan kematangan sebagai petarung, menggabungkan kemampuan striking cepat dengan ground control yang solid. Ia bertarung dengan hati, dan tak lupa, dengan senyum khasnya yang selalu muncul saat hasil diumumkan.
The Last Pirate tak hanya ingin jadi bintang, ia ingin jadi legenda.
Antara Seni dan Kekacauan yang Teratur
Morgan Charrière memiliki gaya bertarung yang sulit diprediksi. Ia bisa bertarung dengan tempo cepat dan meledak, namun juga tahu kapan harus memperlambat, mengelabui lawan, lalu menyerang balik dengan presisi.
Striking-nya penuh variasi—jab tajam, low kick mengganggu, hook kiri mematikan, hingga flying knee saat lawan lengah. Dalam grappling, ia mampu men-transition dengan cepat antara posisi guard, half-guard, dan back control, menunjukkan jam terbang grappling yang matang.
Lebih dari itu, Morgan membawa jiwa seni ke dalam pertarungan. Ia tak hanya bertarung untuk menang, tetapi juga untuk menghibur, menyampaikan pesan, dan menciptakan momen yang tak terlupakan.
Prestasi dan Pengaruh
-
- Juara Dunia Featherweight Cage Warriors (2021)
- Debut sukses di UFC dengan kemenangan mengesankan
- Dianggap sebagai ikon baru MMA Prancis oleh banyak media olahraga Eropa
- Fanbase terbesar dari Prancis di luar UFC sebelum debut
- Julukan “The Last Pirate” menjadi branding unik yang dikenal global
Morgan juga aktif di media sosial dan sangat dekat dengan fansnya. Ia membuka pelatihan terbuka, berdonasi untuk amal, serta menjadi mentor bagi petarung muda di Prancis, menandakan bahwa ia ingin membangun warisan, bukan hanya karier.
Menjadi Kapten di Laut UFC
Morgan Charrière belum selesai. Ia bahkan baru memulai pelayaran besar di UFC. Dengan usia yang masih muda, kemampuan teknik yang terus berkembang, dan pengalaman bertarung yang matang, langkah Morgan menuju peringkat atas hanya tinggal menunggu waktu.
Ia mungkin masih harus menghadapi rintangan berat, tapi sebagaimana bajak laut sejati, Morgan selalu siap menaklukkan badai. Ia tidak hanya ingin bertarung—ia ingin menguasai samudra, menjadi kapten dalam divisi Featherweight, dan membawa kejayaan untuk Prancis.
Petarung yang Berlayar dengan Mimpi
Morgan Charrière bukan hanya petarung. Ia adalah cerita yang hidup tentang keberanian menempuh jalur sendiri, tentang menolak mengikuti arus dan memilih mengarungi badai demi sesuatu yang lebih besar. Ia adalah bajak laut terakhir bukan karena ia pencari kekacauan, tapi karena ia tahu bahwa di dunia yang tertata, kadang hanya jiwa liar yang bisa membuat sejarah.
Dan untuk UFC—“The Last Pirate” baru saja berlabuh.
(PR/timKB).
Sumber foto: espn.com
Download aplikasi Kulit Bundar untuk membaca berita dan artikel lebih mudah di gadget anda
Berita lainya
Kondisi Terkini Para Pemain Timnas Indonesia Abroad
Bermain Full Team, Miami Tumbang Di Tangan Vancouver
Karl-Anthony Towns Bawa Knicks Kalahkan Pistons 118-116