Kulit Bundar

New Age of Sports Community

Element6
Element6

Ketika Kita Membandingkan Diri Dengan Orang Lain, Apakah Membantu?


Ketika kita menghadapi sesuatu yang sulit dalam hidup kita, tidak jarang kita atau orang lain mengatakan “untung saja cuma begini, coba kalau….”. Atau kita bahkan mungkin berpikir, “setidaknya saya tidak seburuk orang itu”.  Membandingkan rasa sakit dan emosi kita sendiri dengan orang lain adalah hal biasa, tetapi itu mungkin tidak selalu membantu. 

Perbandingan seringkali alami dan dalam beberapa kasus, bahkan dapat membantu. Mereka dapat berfungsi sebagai cara untuk mengukur kemajuan kita atau menentukan apa yang mungkin sesuai dalam situasi tertentu. Dalam kasus lain, perbandingan dapat menghambat pertumbuhan, self pity (mengasihani diri sendiri), dan bahkan membuatnya lebih sulit untuk berempati dengan orang lain.

Setiap kita mengalami hal yang berbeda dan memiliki sumber daya dan pengalaman yang berbeda yang berperan dalam bagaimana kita dipengaruhi oleh emosi yang berbeda. Dan tidak semua orang merasakan kegembiraan dengan cara yang sama, tidak semua orang merasakan sakit dengan cara yang sama. Tidak ada hierarki emosi yang mengatakan bahwa perasaan satu orang lebih baik atau lebih buruk, lebih kuat atau lebih lemah daripada orang lain. 

Misalnya, jika kita mengalami kehilangan yang menyakitkan secara emosional, kita mungkin membandingkan apa yang kita rasakan dengan orang lain yang telah melalui sesuatu yang tampaknya secara objektif lebih buruk. Penting untuk diingat bahwa rasa sakit itu menyakitkan. Membandingkan rasa sakit kita dengan orang lain yang tampaknya lebih menderita hanya berfungsi untuk meminimalkan apa yang kita rasakan. Perbandingan sering mengarah pada meminimalkan fokus. Membandingkan emosi kita sering kali meminimalkan apa yang kita rasakan atau apa yang mereka rasakan.

Kita mungkin pernah berpikir bahwa kita tidak memiliki hak untuk marah tentang sesuatu karena orang lain mengalami sesuatu yang lebih buruk. Kita mungkin merasa tidak memiliki hak untuk merasa kesepian karena kita memiliki lebih banyak teman dan keluarga daripada orang lain. Tetapi pengalaman orang lain tidak meniadakan pengalaman kita. Dalam kasus seperti itu, membandingkan perasaan adalah cara meminimalkan pengalaman kita sendiri. Adalah sesuatu yang mungkin kita lakukan untuk menghindari merasakan emosi negatif. 

Daripada menghadapinya, lebih mudah untuk menganggapnya sebagai “tidak seburuk yang seharusnya.” Dan sebenarnya ini adalah bentuk toxic positivity, di mana orang merasa bahwa mereka harus menyembunyikan atau menolak perasaan negatif apa pun untuk fokus pada rasa optimisme yang salah. Hal tersebut membuat kita tidak menghadapi perasaan kita bahkan jika situasi orang lain secara objektif “lebih buruk” daripada perasaan kita. Dan itu tidak berarti bahwa kita tidak mengalami emosi yang nyata dan valid.

Kadang emosi yang sulit pun dapat menjadi sumber informasi yang penting. Mereka dapat memberi tahu kita bahwa sesuatu perlu diubah dan membantu memotivasi kita untuk membuat perubahan positif dalam hidup . Alih-alih mencari bantuan dan dukungan, orang sering merasa bahwa masalah mereka tidak cukup serius untuk diperhatikan. Seseorang yang mengalami gejala depresi, misalnya, mungkin tidak mencari bantuan karena mereka berpikir bahwa mereka tidak memiliki “alasan” untuk merasa tertekan, terutama ketika mereka membandingkan hidup dan pengalaman mereka dengan orang lain yang tampaknya lebih buruk. Dalam kasus seperti itu, perbandingan dapat mengarah pada menghindari masalah daripada menemukan cara untuk mengatasinya. 

Adalah baik saat kita tergoda untuk membandingkan perasaan atau pengalaman kita dengan orang lain, mundurlahatau sadari dan hentikan. Dengan membandingkan apakah akan membantu? Atau apakah hal tersebut kita lakukansebagai cara untuk mengabaikan emosi kita? Alih-alih membandingkan, biarkan diri kita duduk dengan emosi diri tanpa penilaian. Izinkan diri kita untuk merasakan apa yang kita rasakan dan ingatkan diri sendiri bahwa emosi itu valid. 

Foto : Thrive Global

Jika kita yang menjadi perbandingan dari orang lain saat orang tersebut mengeluh pada kita, jangan merasa perlu untuk meminimalkan perjuangan kita atau membandingkan masalah kita dengan masalah mereka. Hindari menilai emosi orang lain. Fokuslah untuk menilai fakta bahwa mereka bersedia membagikan apa yang mereka rasakan dengan kita. Dengarkan apa yang dikatakannya. Akui apa yang mereka rasakan. Cukup dengan mengatakan bahwa kita dapat melihat betapa sulitnya dan bahwa kita ada di sana untuk mendengarkan dan untuk menawarkan dukungan. Ingatlah bahwa ketika seseorang berada di tempat yang rentan, bukan saatnya untuk membuat penilaian atau perbandingan. Dan itu berlaku untuk emosi kita sendiri juga. 

Berurusan dengan emosi itu, bahkan disaat sulit, menjadi kesempatan untuk belajar, tumbuh, dan menyembuhkan diri. Terkadang berbagi emosi dapat membantu. Penelitian juga menunjukkan bahwa hanya berbicara tentang apa yang kita rasakan dapat membantu mengurangi intensitas emosi tersebut.

Ketika perbandingan tidak dapat dihindari, terhubunglah untuk memperhatikan apa yang dialami orang lain dan kemudian mempertimbangkan bagaimana perbandingannya dengan situasi diri sendiri. Dalam beberapa kasus, hal tersebut sebenarnya dapat memiliki efek positif. Perbandingan dapat membantu kita merasa bersyukur atas hidup kita sendiri.

Perbandingan dapat menjadi pembelajaran observasional, dimana kita memperoleh pengetahuan tanpa benar-benar harus melalui pengalaman itu sendiri. Dan dapat membantu kita  melihat apa yang perlu kita lakukan untuk mencapai apa yang diinginkan dalam hidup. Ini dapat membantu kita merasa lebih berbelas kasih kepada orang lain, dan kita menjadi sukarelawan untuk membantu. 

Penting untuk diingat, bahwa kita bisa bersyukur atas hal-hal baik dalam hidup kita dan masih bisa merasa kecewa, sedih, atau kesal. Menjadi sadar (mindfulness) di setiap waktu, menjadi hal yang baik untuk dilakukan. Menerima dan merangkul setiap emosi yang datang, menyadarinya, dapat sangat membentuk kita untuk menjadi versi terbaik dari diri kita.

(DK-TimKB)

Sumber Foto : Better Up