Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam penggunaan media social. Kebanyakan orang menggunakan alat jejaring sosial untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan teman, mendapatkan berita, dan berbagi pandangan politik. Akan tetapi membuat beberapa peneliti bertanya-tanya tentang efek jangka panjang dari penggunaan media sosial.
Karena penggunaan media sosial masih tergolong baru, belum ada penelitian jangka panjang yang mendokumentasikan dampaknya. Tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa media sosial berdampak pada kesehatan mental dalam beberapa hal. Meningkatnya ketergantungan dan penggunaan media sosial menempatkan sejumlah besar orang pada risiko yang meningkat untuk menjadi cemas, tertekan, kesepian, iri hati, dan bahkan sakit hati karena penggunaan media sosial.
Selain fakta bahwa media sosial memungkinkan orang untuk terhubung kembali dengan keluarga dan teman yang tinggal jauh atau yang telah kehilangan kontak, media sosial dapat menjadi alat komunikasi yang vital dalam mendukung pekerjaan.
Media sosial dapat memberi efek manusia untuk menjadi baik dan juga sebaliknya. Memiliki kecenderungan untuk memperkuat penggunaan. Orang-orang dengan cepat terpikat untuk memeriksa status mereka untuk komentar, penambahan followers dan like serta membaca dengan teliti postingan orang lain.
Menggunakan media sosial terkadang mengaktifkan pusat di otak dengan melepaskan dopamin, yang juga dikenal sebagai zat kimia yang membuat kita merasa nyaman. Pelepasan dopamin ini, pada gilirannya, membuat orang kembali lagi karena mereka ingin mengulangi pengalaman yang menyenangkan itu.
Media sosial juga dapat meningkatkan harga diri, terutama jika seseorang dipandang baik secara online atau mendapat banyak likes atau interaksi pada kontennya. Dan media sosial memungkinkan beberapa orang untuk berbagi bagian dari identitas mereka yang mungkin sulit untuk berkomunikasi secara langsung.
Media sosial dapat sangat membantu bagi orang-orang dengan kecemasan sosial yang berjuang untuk berinteraksi dengan orang lain secara langsung.
Para peneliti menemukan bahwa ada beberapa kerugian media sosial, terutama yang berkaitan dengan kesehatan mental. Media sosial telah dikaitkan dengan depresi, kecemasan, dan kesepian. Hal tersebut bisa membuat orang merasa terisolasi dan sendirian. Media sosial dapat menyebabkan kita mengalami perasaan ‘tidak mampu’ tentang kehidupan dan penampilan.
Fenomena kesehatan mental lain yang terkait dengan media sosial adalah apa yang dikenal sebagai FOMO (fear of missing out), atau “takut ketinggalan berita”. Situs media sosial seperti Facebook , Instagram dan TikTok memperburuk rasa takut untuk kehilangan berita atau orang lain yang menjalani kehidupan yang lebih baik daripada kita. Dalam kasus ekstrim, FOMO dapat menyebabkan kita terfokus kepada notifikasi pada gadget kita.
Berbagai selfie tanpa akhir, dan mempostingnya di media sosial dapat menciptakan keegoisan yang tidak sehat. Dan menyebabkan kita fokus untuk membuat citra online diri kita. Daripada membuat kenangan dengan teman dan anggota keluarga dalam kehidupan nyata.
Nyatanya, upaya keras untuk terlibat dalam kesan atau mendapatkan validasi eksternal dapat menimbulkan kerugian psikologis, terutama jika pengakuan yang dicari tidak pernah terpenuhi. Atau bahkan membuat diri menjadi kecanduan akan validasi atau pengakuan eksternal. Pada akhirnya, kurangnya umpan balik positif secara online dapat menyebabkan keraguan diri dan kebencian terhadap diri sendiri.
Banyak kasus kita bisa lihat, bahwa beberapa orang melaporkan pernah mengalami cyberbullied setidaknya satu kali. Dan media sosial bisa menjadi saluran untuk mengakses konten yang tidak pantas seperti gambar kekerasan atau pornografi. Para pengguna media sosial pasti sering menemukan konten kebencian berbasis rasis, seksis, homofobia, atau agama di media sosial.
Dengan semua manfaat dan risiko tersebut, bagaimana media sosial memengaruhi perkembangan kognitif? Penelitian menunjukkan bahwa jenis komunikasi digital yang berbeda mungkin melibatkan masalah perkembangan yang berbeda.
Secara khusus, mengeksplorasi identitas seseorang tampaknya menjadi penggunaan penting dari situs media sosial yang berfokus secara visual. Dan akhirnya menjadi abu-abu, kita tidak tahu apakah hal tersebut benar-benar bermanfaat atau berbahaya.
Media sosial bisa menjadi cara yang tidak sehat untuk mengatasi perasaan atau emosi yang tidak nyaman. Misalnya, saat kita beralih ke media sosial saat merasa sedih, kesepian, atau bosan. Kita akan berpotensi menggunakannya sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari perasaan tidak menyenangkan. Media sosial adalah cara yang buruk untuk menenangkan diri, terutama saat melihat postingan yang justru membuat kita merasa lebih buruk.
Media sosial terus berkembang, terutama karena banyak penggunanya. Banyak orang sekarang mengandalkan media sosial untuk komunikasi, berita, dan untuk menemukan teman yang berpikiran sama. Penggunaan sekarang jauh melampaui ranah hiburan sederhana.
Ada banyak cara untuk menekankan efek positif dari media sosial dan mengurangi efek negatif dari media sosial. Pertama dan terpenting, kita harus membatasi waktu kita di semua platform. Batasi berapa kali per hari dan berapa lama kita menggunakan setiap platform.
Kita juga harus menyadari bagaimana diri kita menggunakan setiap platform. Tanpa harus menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk scrolling. Cobalah untuk tetap berpegang pada postingan yang menginspirasi daripada yang membuat diri kita merasa minder atau iri. Perlu diingat bahwa para influencer mengatur postingan mereka sedemikian rupa, untuk menghasilkan uang dan tidak menunjukkan bagian hidup mereka yang berantakan.
Jika ada akun yang kita ikuti, dan membuat kita merasa tidak nyaman atau membuat kita merasa tidak cukup baik, maka saatnya untuk berhenti mengikuti akun tersebut. Tetaplah follow orang-orang yang memberi kita perasaan positif. Jika itu adalah seseorang yang kita kenal dalam kehidupan nyata, kita dapat memblokir postingan mereka tanpa menghapus pertemanan.
Saat kita merasa suasana hati kita jadi menurun saat scrolling media sosial, inilah saatnya untuk meletakkan ponsel dan mencari sesuatu untuk dilakukan di dunia nyata. Pergilah ke luar, berolahraga, jalan di alam terbuka atau habiskan waktu bersama orang tersayang.
(DK-TimKB)
Sumber Foto : Knowledge at Wharton
Berita lainya
Menemukan Ketenangan Batin Dengan Shinrin-Yoku
Kintsugi: Filosofi Keindahan Dalam Ketidaksempurnaan
Kaizen: Prinsip, Penerapan Dan Manfaatnya