Kulit Bundar

New Age of Sports Community

Menilai dan Menghakimi Orang Lain, Otak Kita Otomatis Melakukannya


Jangan menilai orang, mungkin adalah hal yang sering kita dengar atau kita katakan. Dan tentu saja kita semua akrab dengan pepatah kuno klise, “Don’t judge a book by its cover.

Kita selalu diminta untuk bersikap ramah dan tidak menghakimi. Tetapi pernahkah kita memikirkan bahwa menilai dan menghakimi mungkin tertanam dalam otak kita dan menjadi sifat yang melekat? Apakah menghakimi benar-benar hanya karena kita adalah manusia?

Pemikiran dan insting untuk membuat penilaian dapat membantu manusia untuk tetap waspada dan siap membela diri. Hal tersebut membantu kita untuk merasakan ancaman dan bahaya dan bersiap untuk melawannya demi keselamatan dan kelangsungan hidup kita.

Menilai dan menghakimi adalah naluri alami. Dan kita semua mengalaminya. Sebagian besar, kita melakukannya untuk bertahan hidup. Kita ingin mengelilingi diri dengan orang-orang yang dapat kita percayai, karena itu membuat kita merasa aman dan terjamin. Kita menjauhi orang-orang yang kita anggap tidak dapat dipercaya karena kita takut mereka akan menyakiti kita atau mengancam kita. Inilah cara spesies kita berevolusi, ketika berhadapan dengan orang-orang dari suku atau wilayah yang tidak dikenal, mereka belajar bagaimana membuat keputusan apakah individu tersebut dapat dipercaya atau musuh. Ketika berbicara tentang hewan dan rangsangan lainnya, mereka dengan cepat belajar membedakan antara ancaman dan keamanan.

Salah satu cara kita menilai orang lain adalah dalam penampilan individu. Otak kita cenderung terprogram dengan area pemrosesan wajah tertentu. Hal ini telah dibuktikan dalam percobaan di mana terlihat bahwa tidak lama setelah lahir, bayi cenderung lebih suka melihat wajah manusia daripada yang lainnya. Selain itu, juga terlihat bahwa bahkan dalam tahun pertama mereka, anak-anak menjadi lebih cerdas, dan lebih cenderung merangkak ke arah wajah yang terlihat ramah daripada mereka yang terlihat sedikit curiga. Pada saat kita mencapai usia dewasa, kita adalah spesialis penilaian cepat, mengambil kesimpulan setelah melihat wajah seseorang, seringkali hanya dalam beberapa detik.

Tindakan pertama yang kita ambil saat bertemu orang baru, adalah menggunakan kriteria tersebut untuk menilai orang tersebut dengan berbagai cara berdasarkan penampilan, kepribadian, dan faktor lainnya. Dan Tindakan ini kita lakukan bahkan tanpa berpikir, malah hal tersebut datang kepada kita secara spontan. Ketika diminta untuk menjelaskan penilaian kita, faktor-faktor yang menjadi dasar penilaian ini adalah sesuatu yang benar-benar tidak pernah diajarkan kepada kita, seringkali didasarkan pada naluri kita.

Apakah ada penilaian tentang menilai atau menghakimi orang lain? Bahkan jika kita tidak dapat melihat wajah seseorang secara sadar, otak kita dapat membuat keputusan cepat tentang seberapa dapat dipercaya mereka.

Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Journal of Neuroscience, otak segera dapat menentukan seberapa dipercaya sebuah wajah sebelum sepenuhnya dirasakan, yang mendukung fakta bahwa kita membuat penilaian yang sangat cepat tentang orang lain.

Para peneliti di Dartmouth College dan New York University menunjukkan kepada sekelompok peserta foto wajah orang sungguhan, serta wajah yang dihasilkan komputer yang dimaksudkan untuk terlihat dapat dipercaya atau tidak dapat dipercaya. Telah ditunjukkan di masa lalu bahwa orang umumnya berpikir bahwa wajah dengan alis bagian dalam yang tinggi dan tulang pipi yang menonjol lebih dapat dipercaya, dan fitur yang berlawanan tidak dapat dipercaya, yang dapat dikonfirmasi oleh para peneliti.

Meskipun pasien tidak dapat memproses wajah, otak mereka melakukannya. Para peneliti berfokus pada aktivitas di amigdala, bagian otak yang bertanggung jawab atas perilaku sosial dan emosional, dan menemukan bahwa area spesifik amigdala diaktifkan berdasarkan penilaian dapat dipercaya atau tidak. Para peneliti menyimpulkan, adalah bukti bahwa otak kita menilai orang bahkan sebelum kita memproses siapa mereka atau seperti apa penampilan mereka.

Foto : Lifehack

Manusia memiliki kecenderungan untuk menghakimi orang lain dengan mudah. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pengaruh lingkungan, budaya, dan pengalaman hidup. Berikut adalah beberapa alasan mengapa manusia mudah sekali menghakimi orang lain :

  1. Bias Sosial

Bias sosial adalah kecenderungan untuk memandang orang lain berdasarkan kelompok sosialnya seperti ras, agama, atau jenis kelamin. Bias sosial ini dapat menyebabkan kita menghakimi orang lain tanpa mempertimbangkan kualitas atau karakteristik mereka secara individu.

  • Kebutuhan Akan Validasi

Kita sering ingin merasa superior terhadap orang lain dan menganggap diri kita lebih baik daripada orang lain. Oleh karena itu, kita mudah meremehkan orang lain dan menghakimi mereka agar merasa lebih baik tentang diri kita sendiri.

  • Pengalaman Hidup

Pengalaman hidup juga bisa memengaruhi cara kita menghakimi orang lain. Jika seseorang pernah mengalami perlakuan buruk dari orang lain, maka ia cenderung menganggap bahwa orang tersebut memiliki karakteristik buruk secara keseluruhan.

  • Ketidakpahaman

Kita cenderung menghakimi orang lain ketika tidak memahami perspektif mereka atau situasi yang sedang dihadapi oleh orang tersebut. Tanpa pemahaman yang cukup, kita mudah menilai seseorang secara salah dan menghakiminya.

  • Pengaruh Budaya dan Lingkungan

Budaya dan lingkungan di sekitar kita juga dapat mempengaruhi cara kita menghakimi orang lain. Jika budaya atau lingkungan di mana kita hidup seringkali menekankan perbedaan dan persaingan antar individu, maka kita cenderung mudah menghakimi dan membedakan orang lain.

Dalam kesimpulannya, manusia memiliki kecenderungan untuk menghakimi orang lain dengan mudah karena berbagai faktor seperti bias sosial, kebutuhan akan validasi, pengalaman hidup, ketidakpahaman, dan pengaruh budaya dan lingkungan. Penting bagi kita untuk memahami faktor-faktor ini dan berusaha untuk tidak menghakimi orang lain tanpa alasan yang jelas dan objektif.

(DK-TimKB)

Sumber Foto : Enterpreneur