Kulit Bundar

New Age of Sports Community

Validasi, Perlu atau Tidak?


Validasi dari orang lain sering menjadi momok bagi kita dalam menjalani kehidupan. Awalnya mungkin kita hanya ingin dimengerti oleh orang lain, lalu kita menjadi manusia yang butuh untuk diakui, dipuji dan ingin selalu benar.

Kebutuhan ini sering dicari orang dengan banyak cara. Pamer, salah satunya. Apalagi dengan adanya media sosial, kita bisa dengan mudah memamerkan apapun disana. Berapa yang memberikan jempolnya, berapa follower, berapa komentar, menjadi meternya. 

Bisa juga ketika kita berkumpul bersama teman atau keluarga. Kita ingin menjadi pusat perhatian dengan tampilan yang keren, atau ketika terlibat dalam komunikasi kita ingin bahwa kitalah yang terbaik, entah itu dalam pekerjaan, keluarga ataupun pendapat.

Foto : Psychology Today

Salahkah hal tersebut? Tentu saja sah-sah saja. Ketika kita hanya menjadi penonton, biarkanlah hal itu terjadi di depan kita, cukup jadi penonton tanpa menghakimi. Tetapi ketika kita menjadi pelakunya, tiliklah ke dalam diri apakah yang terjadi, mengapa saya membutuhkan pengakuan dari orang lain bahwa saya hebat, saya keren, saya sukses.

Pujian dan validasi dari orang lain bukan menjadi tolak ukur yang valid bahwa kita orang baik, sukses dan hebat. Pencitraan yang kita bentuk di media sosial kita, bukan menjadi fakta hidup kita. Pujian dan validasi menjadi makanan lezat bagi ego kita. Dan tentu saja hal ini menjadi adiktif bagi sang ego. Selalu ingin lebih dipuji dan disanjung.

Validasi yang sehat adalah berasal dari sendiri. Pujian, sanjungan dari diri sendiri menjadi bentuk penerimaan diri secara utuh. Ada rasa ragu ketika kita memuji diri sendiri, ada penolakan dalam hati, adalah sesuatu yang harus kita bereskan didalam diri. Perhatikan emosi yang kita rasakan dan perlakukan diri kita dengan lembut. Katakanlah hal-hal baik kepada diri. Ijikan diri kita untuk menjadi diri yang seutuhnya.

Memahami diri dan berteman dengan segala keadaan diri akan menjadikan kita manusia yang bermental sehat. Kita dapat mengelola emosi dengan baik karena kita percaya akan kemampuan diri dan juga menerima keterbatasan dan kekurangan diri kita.

(DK-TimKB)

Sumber Foto : Psychology Today