Kulit Bundar

New Age of Sports Community

Element6
Element6

Self Sabotage, Perilaku Diri yang Sering Tidak Disadari


Kita pasti pernah mendapati diri kita bekerja untuk pekerjaan penting, dan gagal secara spektakuler, karena kita melakukan sesuatu yang bodoh. Mungkin juga kita merasa stres dan cemas saat berusaha meraih sesuatu. Dan akhirnya membuat kita merasa semakin frustrasi, putus asa, dan marah pada diri sendiri. Perasaan ini membuat kita terjebak dan mencegah kita melakukan apa yang perlu dilakukan. Hal itu semua adalah tanda-tanda sabotase diri (self-sabotage).

Istilah self-sabotage digunakan ketika perilaku destruktif ini diarahkan pada diri sendiri. Pada awalnya, biasanya kita mungkin tidak menyadari bahwa kita melakukannya. Tetapi ketika kebiasaan negatif secara konsisten merusak upaya kita, akhirnya bisa dianggap sebagai bentuk menyakiti diri sendiri secara psikologis.

Perilaku dikatakan self-sabotage ketika menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan mengganggu tujuan jangka panjang. Contoh yang paling umum seperti procrastination (suka menunda pekerjaan), pengobatan sendiri dengan obat-obatan atau alkohol, kenyamanan makan, dan bentuk-bentuk melukai diri sendiri.

Kita sering tidak sadar bahwa kita menyabotase diri sendiri. Kadang pola pikir dan tindakan yang sudah mendarah daging akhirnya memperkuat pertimbangan dan pengaturan diri. Seperti misalnya kita sering terlalu santai dalam menyelesaikan pekerjaan karena menundanya hingga tenggat waktu yang ditentukan. Dan menganggap hal tersebut adalah biasa, dan akhirnya menjadi karakter yang membentuk.

Atau ketika kita berhenti tanpa alasan rasional saat mencoba untuk mencapai tujuan kita. Keterampilan dan kemauan ada di sana, tetapi ada sesuatu menghentikan kita untuk bergerak maju.

Sabotase diri sering didorong oleh self-talk negatif, di mana kita mengatakan pada diri sendiri bahwa kita tidak pantas, atau tidak layak untuk sukses. Kita mendapati diri kita memikirkan hal-hal seperti, “Kamu tidak bisa melakukan itu!”  “Kamu tidak pantas untuk itu.”  “Jika kamu mencoba, kamu mungkin akan gagal.”

Kita mungkin pernah mengalami perilaku seperti ini di beberapa momen dalam hidup kita. Tetapi beberapa dari kita lebih rentan terhadap sabotase diri daripada yang lain, dan mungkin sulit untuk mengakui bahwa kita melakukannya. Jadi, jangan mengabaikan atau meremehkan tanda-tandanya. Self-sabotage dapat memperkuat rasa tidak berharga yang salah tempat, dan memberikan pembenaran untuk pikiran negatif yang tidak memiliki dasar dalam kenyataan.

Sulit untuk mengidentifikasi perilaku menyabotase diri sendiri, terutama karena konsekuensinya mungkin tidak memperlihatkan akibatnya secara langsung. Salah satu pendekatannya adalah memeriksa apakah perilaku kita selaras dengan tujuan jangka panjang yang kita miliki.  

Banyak orang yang menyabotase diri sendiri mungkin menyadari tindakan mereka. Misalnya, seseorang yang sedang diet mungkin secara sadar menyabotase usaha baiknya dengan memakan sekotak penuh es krim. Atau mereka mungkin secara tidak sadar bertindak, ketika melewatkan date line tugas kantor.

Foto : Montgomery Community

Procrastination, sering menunda-nunda pekerjaan, biasanya adalah cara orang dengan self-sabotage untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa dia tidak pernah siap. Itu karena orang takut mengecewakan orang lain, gagal, atau malah berhasil.

Perfeksionis, sangat mengutamakan kesempurnaan, juga menjadikan seseorang menjadi self-sabotage. Memegang diri pada standar yang mustahil akan menyebabkan penundaan dan kemunduran. Meskipun tampaknya strategi positif untuk mengarahkan segala sesuatunya berjalan sesuai rencana tanpa hambatan, perfeksionisme dapat menghambat kesuksesan. Ketika ada sesuatu yang salah, perfeksionis menjadi tidak berdaya. Rawan depresi, mereka akan merasa seperti mengecewakan semua orang.

Low self-esteem, juga menjadi salah satu penyebab self-sabotage. Ketika seseorang selalu berbicara tentang dirinya dengan cara mencela diri sendiri, seperti saya tidak secerdas dia, saya hanya tidak percaya diri, saya bodoh, dia hanya kasihan sama saya dan lain-lain. Meskipun mereka terus-menerus diyakinkan bahwa mereka adalah orang baik, mereka akan terus menjatuhkan diri sendiri.

Kita dapat mengatasi self-sabotage dengan latihan dan menggantinya dengan kepercayaan diri. Dengan banyak berkegiatan dengan sadar secara emosi dan pikiran, akan bisa membantu kita dalam mengenali dan mengatasi self-sabotage.

Kenali Perilaku Self-Sabotage

Untuk menghentikan sabotase diri, pertama-tama kita harus mengenali perilakunya seperti apa dan bagaimana. Pikirkan tentang tujuan yang sudah lama di miliki tetapi tidak pernah tercapai. Apakah ada area tertentu di mana kita menunda membuat keputusan? Apakah kita kekurangan motivasi? Pertimbangkan sesuatu yang sering membuat gagal, tanpa alasan yang jelas.  Apakah ada sesuatu yang kita lakukan, atau tidak lakukan, yang secara konsisten membuat orang lain kecewa? Apakah ada kegiatan atau tugas yang mengganggu dan membuat kita tidak puas? Dengarkan situasi masalah sehingga kita dapat lebih memahami apa yang terjadi.

Pahami Emosi yang Menyebabkan Perilaku

Perilaku self-sabotage sendiri sering kali berasal dari perasaan cemas, marah, dan tidak berharga. Cobalah untuk mengelola emosi, sehingga kita tidak berkomitmen pada perilaku yang memiliki konsekuensi negatif, atau yang memengaruhi orang lain secara tidak adil.  Periksa tanda-tanda peringatan kemarahan dan kecemasan sebelum mereka lepas kendali.

Temukan Pemikiran atau Keyakinan yang Menyebabkan Emosi

Kemungkinan besar, emosi yang menyebabkan perilaku negatif kita disebabkan oleh pikiran yang tidak rasional.  Pertimbangkan bukti untuk pemikiran tersebut. Misalnya, atasan tidak meremehkan kita karena mereka tidak menyukai kita, hanya saja mereka memiliki banyak hal lain untuk dipikirkan. Perhatikan apa yang kita katakan kepada diri sendiri ketika kita terlibat dalam perilaku menyabotase diri sendiri. Tuliskan semua self-talk negatif tentang diri sendiri, betapapun konyol atau tidak realistisnya hal itu.

Ubah Perilaku, Emosi, dan Pikiran

Saat kita menyadari emosi, perilaku, dan pikiran negatif yang memicu sabotase diri, kita dapat mulai menantangnya. Dan jika kita dapat mengubah salah satu dari tiga aspek ini, dua aspek lainnya juga akan lebih mudah berubah. Tantang self-talk negatif dengan afirmasi yang logis dan positif. Kemudian, hubungkan self-talk positif yang baru ini dengan apa yang dapat kita capai. Ketika keterampilan, keyakinan, dan perilaku kita selaras, kita dapat menciptakan kondisi mental, emosional, dan fisik yang diperlukan untuk melakukan apa pun yang kita tetapkan.

(DK-TimKB)

Sumber Foto : Psychology Today